Kehidupan mengajarkan bahwa setiap orang memiliki tanggung jawab dan peran masing-masing, contohnya sebagai seorang mahasiswa. Dalam bidang akademik, tingginya motivasi mahasiswa membuat pencapaian prestasi menjadi suatu target yang perlu dipenuhi sehingga timbul rasa cemas apabila kompetensi akademik yang dicapai rendah. Belum selesai masalah satu, muncul masalah lainnya hingga seringkali membuat diri merasa tertekan, tidak pantas, dan ingin menyerah. Timbul tuntutan dari diri sendiri untuk belajar dan berusaha agarmendapat penghargaan atau bahkan pengakuan orang lain. Ditambah padatnya jadwal ujian, tugas, rapat, membuat pikiran runyam hingga menimbulkan stress. Terlebih jika ada masalah pertemanan yang membuat diri ini marah dan menyalahkan diri sendiri.
Roda terus berputar, kalimat itu dapat menggambarkan bagaimana perubahan dapat membawa seseorang penuh dengan kebahagiaan hingga merasa kecewa dan membenci diri sendiri. Apalagi ketika gagal menghadapi perubahan dengan baik, rasanya sulit untuk menggapai kebahagiaan dan pada akhirnya sampai di titik tidak menerima diri sendiri. Padahal hal itu bisa sangat mempengaruhi motivasi serta performa dirinya sebagai seorang mahasiswa.
Penerimaan diri (Self-acceptance) merupakan kemampuan individu agar bisa menerima keberadaan diri sendiri. Penilaian terhadap diri sendiri akan dijadikan dasar seorang individu untuk mengambil keputusan. Perlu diingat bahwa penerimaan diri seorang individu dengan individu lain dapat berbeda. Ada individu dengan penerimaan diri sendiri secara realistis, tetapi ada individu yang melakukan penerimaan diri sendiri secara tidak realistis. Sikap penerimaan realistis ditandai dengan kecenderungan melihat dari sisi objektif terhadap kelemahan maupun kelebihan diri. Sebaliknya, penerimaan diri tidak realistis ditandai dengan menilai berlebihan terhadap diri sendiri, menolak kelemahan diri sendiri, menghindari dan mencoba menjauh dari hal yang buruk dari dalam dirinya, seperti rasa trauma dari masa lalu yang belum sembuh.
Tidak perlu khawatir karena dapat dipahami bahwa self-acceptance bukanlah sesuatu hal yang mudah untuk dilakukan. Pada dasarnya, seseorang jauh lebih mudah menerima kelebihan yang ada pada dirinya dibandingkan menerima segala kekurangan yang ada pada dirinya. Menurut Hjelle & Zeigler, terdapat ciri-ciri seseorang yang mau menerima diri yaitu memiliki gambaran yang positif tentang dirinya, dapat mengatur dan dapat bertoleransi dengan rasa frustasi serta amarahnya, dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa memusuhi mereka apabila orang lain beri kritik, dan dapat mengatur keadaan emosi mereka.
Namun, bagaimana cara mengetahui apakah diri ini sudah berada pada tahap penerimaan diri ataukah belum? Marquita Herald dari Emotionally Resilient Living menjelaskan dengan pengandaian “Dapatkah Anda melihat ke cermin dan benar-benar menerima orang yang sedang dalam proses yang unik dan luar biasa menatap balik ke arah Anda?” Seseorang akan tahu ketika seseorang tersebut dapat melihat diri sendiri di cermin dan menerima setiap bagian terakhir dari apa yang membuat dia menjadi dirinya sendiri. Jika seseorang itu tidak lagi mencoba mengurangi, mengabaikan, atau menjelaskan apapun kesalahan atau kekurangan yang dirasakan baik secara fisik atau lainnya, berarti dia sudah berada pada tahap tersebut.
Kacamata penerimaan diri berbeda bagi masing-masing orang, tergantung pada apa yang telah diperjuangkan dan bagian apa saja yang tidak ingin dipikirkan. Seorang mahasiswa yang bekerja keras hanya untuk menerima nilai C dapat mencapai titik penerimaan diri pada saat dia menyadari bahwa belajar dan mengikuti ujian bukanlah keahliannya, tetapi ini tidak masalah karena dia memiliki kekuatan lain. Kemudian seorang mahasiswa yang berjuang untuk memenuhi program kerja yang ditetapkan oleh ketua dalam satu organisasi dapat menerima bahwa dia akan gagal mencapainya, tetapi dia tetap berjuang dan tetap baik bahkan ketika dia gagal, hal sederhana bukan? Namun itulah penerimaan diri.
Coba untuk bersyukur dengan apa yang kamu miliki sekarang, ya apapun itu. Saat dunia di luar sana berisik hingga membuatmu merasa sibuk dan tidak mempunyai waktu untuk dirimu sendiri, ingatlah bahwa kamu berhak mengambil jeda yang cukup untuk kamu pakai hanya untuk dirimu sendiri. Pelan-pelan menerima kekurangan dalam diri dengan memahami bahwa tidak ada manusia yang sempurna, setiap orang lahir dengan keindahan terbaik dari Sang Pencipta. Terus berusaha untuk menerima segala bentuk emosi dalam diri secara tulus hati dapat membuat diri jauh lebih lega.
Meski tidak akan ada jaminan semua akan berjalan dengan baik, tetapi coba untuk komitmen kepada diri sendiri, mulai sekarang belajar untuk menerima dirimu sendiri, termasuk menerima kelebihan yang kamu miliki. Percaya diri dan yakinlah jika ada banyak kemampuan yang kamu punya. Kedepannya akan ada berbagai perasaan yang muncul, kini tidak perlu lagi untuk menghindar. Segala bentuk emosi yang datang baik kebahagiaan maupun kesedihan, itu semua valid dan kamu berhak untuk merasakannya.
Referensi :
Gottfriend, F & Gottfriend. (2001). Continuity of academic intrinsic motivation of childhood through a late adolosence. Journal of educational psychology.
Herald, M. (2015). What does self-acceptance mean to you? Emotionally Resilient Living. Retrieved from https://www.emotionallyresilientliving.com/what-does-self-acceptance-mean-to-you
Hjelle, L. A & Zeigler, D. J. (1992). Personality Theories : Basic Assumptions, ResearchAnd Application. Tokyo : MC Graw Hill Papalia, D.E. Olds, S.W & Feldman, R.D. (2007). Human Development. Boston: McGraw-Hill
0 Comments