KENALI ADHD SEJAK DINI!
Oleh : Dany Rizki Musyary
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah salah satu gangguan perkembangan saraf yang paling sering terjadi pada masa kanak-kanak dan remaja, yang biasanya pertama kali didiagnosis pada masa kanak-kanak dan sering berlanjut hingga dewasa. Attention deficit disorder mempengaruhi anak-anak secara berbeda tergantung pada usia dan jenis kelamin mereka, dan lebih umum terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Prevalensi ADHD pada anak-anak usia sekolah dasar bervariasi antar studi. Telaah literatur dan analisis meta yang dilakukan oleh Salari et al. (2023) menunjukkan prevalensi global ADHD pada anak-anak di bawah usia 12 tahun sebesar 7,6%, sedangkan pada remaja berusia 12 hingga 18 tahun, prevalensinya sebesar 5,6%. Di sisi lain, Catherine et al. (2019) menemukan prevalensi keseluruhan ADHD pada anak usia sekolah (8 – 11 tahun) mencapai 8,8%. Selain itu, penelitian berbasis populasi yang menggunakan kriteria DSM-IV melaporkan bahwa 15,5% anak sekolah yang terdaftar di kelas 1 hingga 5 menderita ADHD (CHADD, 2023). Penemuan-penemuan ini mengindikasikan bahwa prevalensi ADHD pada anak usia sekolah dasar di tingkat global berkisar antara 7,6% hingga 15,5% berdasarkan berbagai penelitian dan kriteria yang digunakan untuk penelitian.
Secara umum, ADHD biasanya ditandai dengan impulsivitas, defisit perhatian, dan hiperaktivitas. Seseorang yang kurang perhatian mungkin mengalami kesulitan untuk tetap fokus pada tugas, mempertahankan fokus, dan menjaga keteraturan. Seseorang yang hiperaktif mungkin tampak sering bergerak atau gelisah secara berlebihan. Seseorang yang impulsif mungkin berperilaku tanpa berpikir atau berjuang dengan pengendalian diri.
Semua pengobatan untuk ADHD hanya boleh dimulai oleh seorang profesional perawatan kesehatan yang memiliki pelatihan dan keahlian dalam mendiagnosis dan mengelola ADHD. Pengobatan bisa melalui pengobatan farmakologis seperti metilfenidat dan amfetamin serta pengobatan non farmakologis seperti terapi perilaku kognitif.
ADHD ini dianggap sebagai kondisi yang cukup mengkhawatirkan karena memberikan gangguan pada perkembangan sistem saraf sehingga apabila dibiarkan tanpa adanya penanganan akan memberikan dampak buruk bagi kondisi tubuh terutama psikologis penderita. ADHD memiliki faktor resiko sebagai berikut:
- Riwayat ibu merokok saat hamil
Riwayat ibu merokok saat hamil diduga kuat merupakan faktor risiko ADHD pada anak, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Biederman et al., (2017) dimana didapatkan hasil ada hubungan yang signifikan antara ibu merokok saat hamil terhadap kejadian ADHD pada anak yang dilahirkan. Berbagai kandungan bahan kimia yang terdapat dalam rokok diduga kuat dapat meningkatkan kejadian ADHD pada anak
- Alkohol
Menurut Amiri et al., (2012) ibu yang terpapar alkohol semasa hamil menjadi salah satu resiko ADHD pada anak dikemudian hari. Kejadian ADHD pada anak dikaitkan dengan multifaktorial dari ibu saat hamil, ibu hamil yang obesitas diduga kuat meningkatkan kejadian ADHD (Andersen et al. 2018).
- Berat Badan Lahir Rendah, Kelahiran prematur, dan APGAR skor
BBLR bertindak sebagai faktor risiko ADHD, selain BBLR Riwayat kelahiran prematur dan APGAR skor saat lahir rendah juga dikaitkan dengan kejadian ADHD, .
- Riwayat Genetik
Riwayat genetik merupakan risiko yang tidak bisa dipisahkan dengan kejadian ADHD pada anak, orang tua atau keluarga yang mempunyai Riwayat kejadian ADHD mempunyai risiko lebih besar mempunyai anak-anak dengan ADHD.
Pengobatan yang biasanya dilakukan sangat banyak, mulai dari farmakologis dan non farmakologis, berikut adalah pengobatan yang bisa dilakukan untuk menurunkan atau mencegah ADHD:
- Pengobatan Multimoda
Semua pedoman merekomendasikan pendekatan pengobatan multimoda yang mana psikoedukasi menjadi landasan pengobatan dan harus ditawarkan kepada semua orang yang menerima diagnosis ADHD, serta kepada keluarga dan pengasuh mereka. Partisipasi anak dan orang tua dalam proses perencanaan dan perawatan lebih digaris bawahi secara terpusat dalam pedoman terbaru dan ditekankan secara rinci untuk berbagai langkah perawatan.
- Farmakoterapi
Metilfenidat baik sebagai sediaan kerja pendek maupun kerja panjang merupakan pengobatan lini pertama untuk ADHD sepanjang hidup. Pengobatan lini kedua adalah lisdeksamfetamin, atomoksetin, dan guanfasin. Peralihan ke lisdeksamfetamin hanya direkomendasikan jika anak-anak telah menjalani setidaknya uji coba metilfenidat selama 6 minggu dengan dosis yang memadai dan belum memperoleh manfaat yang cukup dalam hal berkurangnya gejala ADHD dan gangguan terkait.
- Terapi Perilaku Kognitif
Terapi perilaku kognitif (CBT) adalah bentuk intervensi perilaku yang bertujuan mengurangi perilaku ADHD atau masalah terkait dengan meningkatkan perilaku positif dan menciptakan situasi di mana perilaku yang diinginkan dapat terjadi.
- Stimulasi otak non invasif
Stimulasi magnetik transkranial berulang (TMS) dan stimulasi arus searah transkranial (tDCS) merupakan cara potensial lain untuk memodulasi aktivitas kortikal. Oleh karena itu, pendekatan ini juga dapat menjanjikan dalam hal memperbaiki gejala ADHD klinis dan kognitif seperti kurangnya perhatian dan impuls.
ADHD ini dianggap sebagai kondisi yang cukup mengkhawatirkan karena memberikan gangguan pada perkembangan sistem saraf sehingga apabila dibiarkan tanpa adanya penanganan akan memberikan dampak buruk bagi kondisi tubuh terutama psikologis penderita. Maka dari itu mari kita tumbuhkan kesadaran dan pengetahuan kita tentang ADHD untuk mencegah secara dini.
DAFTAR PUSTAKA
Drechsler R, Brem S, Brandeis D, Grünblatt E, Berger G, Walitza S. ADHD: Current Concepts and Treatments in Children and Adolescents. Neuropediatrics. 2020 Oct;51(5):315–335. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7508636/
Salari, N., Hosseinian-Far, A., Jalali, R., Rezaei, N., Hosseinian-Far, M., Khaledi-Paveh, B., & Mohammadi, M. (2023). The global prevalence of ADHD in children and adolescents: A systematic review and meta-analysis. Italian Journal of Pediatrics, 49(1), 48. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10120242/
Sadida, Q., Tunliu, S. K., Fatimah, Kartikasari, N., & Asmaradhani, D. T. (2024). Studi literatur mengenai anak usia sekolah dasar dengan ADHD: Perspektif neuropsikologi. ELSE (Elementary School Education Journal): Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Sekolah Dasar, 8(1). https://journal.um-surabaya.ac.id/pgsd/article/view/20868/7509
Fitriyani, F., Oktaviani, A. M., & Supena, A. (2023). Analisis kemampuan kognitif dan perilaku sosial pada anak ADHD (Attention-Deficit Hyperactivity Disorder). Jurnal Basicedu, 7(1), 250–259. https://jbasic.org/index.php/basicedu/article/download/4331/pdf/17108
Adiputra, I. M. S., Pinatih, G. N. I., Trisnadewi, N. W., & Oktaviani, N. P. W. (2021). Literatur review: Faktor risiko Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Bali Medika Jurnal, 8(1), 35–44. https://www.balimedikajurnal.com/index.php/bmj/article/download/167/108