The unseen enemy is always the most fearsome—George R. R. Martin

Dalam bukunya George R. R. Martin berjudul A Clash of Kings, beliau menyatakan bahwa musuh yang tidak terlihat adalah yang paling mengerikan. Hal tersebut sama halnya dengan masalah, kejadian di balik layar, atau bahkan penyakit yang tidak terlihat, pada akhirnya memberi dampak yang sangat mengerikan. Jika sesuatu yang tidak benar terlihat, hal itu akan mudah ditindaki untuk diperbaiki. Namun, jika tidak bagaimana bisa diketahui setelah sampai tahap kritisnya? Pernyataan dari George R. R. Martin tidak hanya berlaku untuk musuh yang tidak terlihat, tapi juga berhubungan dengan penyakit yang tidak terlihat gejala-gejalanya.

Sebuah penyakit menandakan ada yang tidak benar dengan kondisi normal tubuh makhluk hidup. Ada penyakit dengan gejala yang terlihat maupun tidak tapi bekerja secara perlahan. Hepatitis adalah salah satu penyakit dengan gejala yang tidak kentara. Hepatitis itu sendiri adalah penyakit infeksi pada hati/liver manusia yang pada umumnya dikarenakan virus (bisa juga karena infeksi racun: alkohol atau obat-obatan lainnya; keturunan; dan juga autoimmune). Penyakit hepatitis akan terus berkembang jika tidak ditangani dan bisa berkembang menjadi kanker hati. Gejala yang biasanya dialami penderita seperti: air seni gelap, hilang nafsu makan, nyeri sendi, mual, muntah, dan lesu (Widodo, 2019). Tanda-tanda tersebut layaknya seperti penyakit biasa, dimana memang wajar jika seseorang mengalami hal itu. Bahkan, ada beberapa kasus dimana seseorang yang hatinya sudah terinfeksi tidak mengalami tanda-tanda tersebut (tidak ada gejala tidak beres terhadap organ dalam tubuhnya). Dengan tanda yang wajar dan bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda tidak sakit itu, penderita tidak tahu kalau terjadi peradangan pada hatinya.

Ada 5 virus utama dalam hepatitis dengan tipe A, B, C, D, dan E. Kelima tipe itu yang paling umum karena banyak menyebabkan kematian dan memang yang paling umum diderita banyak orang (WHO, 2018). Lima tipe hepatitis tersebut ada yang memiliki kesamaan menyebab. Hepatitis A dan E disebabkan oleh kontaminasi makanan atau air, sedangkan hepatitis B, C, dan D disebabkan oleh kontaminasi dari cairan dalam tubuh (darah). Penyakit ini banyak diderita oleh masyarakat di negara berkembang, menyerang lebih banyak laki-laki dan anak-anak, serta kalangan miskin/marginalized (terumata tipe B dan C).

Dari banyak faktor penyebab kematian, hepatitis menarik kematian lebih banyak daripada HIV/AIDS, malaria, dan TBC.  Hepatitis yang sudah tingkat lanjut akan menjadi kanker hati dan merupakan alasan utama kematian oleh kanker hati. Ada 1,34 juta kematian akibat hepatitis, ada 290 juta orang yang mengidap hepatitis tapi hanya ribuan yang menyadari dan melakukan terapi penyembuhan (worldhepatitisday, 2019). Hal ini juga dikenal sebagai fenomena gunung es.

Hepatitis di Indonesia

Di Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat ke-2 setelah Myanmar dalam jumlah penderita hepatitis tertinggi. Dari hasil pendataan 2007-2013 didapati bahwa jumlah penderita hepatitis semakin banyak. Hal tersebut bisa dikarenakan dua hal: semakin banyak orang yang akhirnya bisa memeriksa kesehatan atau memang karena jumlah penderita yang semakin meningkat. Data tahun 2013 menyatakan bahwa provinsi tertinggi jumlah penderita hepatitis adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Kelompok umur produktif banyak menderita penyakit ini: 45-54 tahun, 25-34 tahun, dan 15-20 tahun. Sekitar 1,3% diderita oleh laki-laki dan 1,1% wanita dengan bidang pekerjaan sebagai petani, nelayan, atau buruh. Berikut adalah grafik yang menunjukkan tingkat penderita hepatitis pada tahun 2007 dan 2013 di Indonesia perprovinsi.

Jenis virus yang banyak menginfeksi penduduk Indonesia adalah virus B dan C. Di Jawa sendiri, resiko hepatitis B tinggi karena penularan horizontal: pengaruh cuci darah (terutama di Yogyakarta ada sebanyak 11,2%), perilaku homoseksual di Solo (9,8%), dan pekerja seks komersil di Surabaya (4%) (Quamila, 2017). Selain itu, penularan hepatitis bisa dari ibu kepada anaknya, ada 95% kasus terinfeksi saat persanilan (penularan secara vertikal).

Baru-baru ini, bulan Juni 2019, salah satu daerah di Jawa Timur, Pacitan mengalami ledakan pengidap hepatitis A. Sekitar 24 pasien memiliki keluhan yang sama pada tanggal 14 Juni. Namun, pihak rumah sakit belum bisa memastikan apakah sakit yang dikeluhkan pasien termasuk hepatitis. Dengan begitu, diambil sampel darah untuk diperiksa kebenarannya dan pada akhirnya diketahui memang positif hepatitis dengan tipe A. Pada tanggal 20 Juni, jumlah pasien mencapai 290 orang dan 24 Juni 513 orang. Peristiwa tersebut terjadi dengan cepat lewat penularan dan kontaminasi sumber air yang digunakan masyarakat. Sumber air itu terkontaminasi oleh bakteri e-coli (Widodo, 2019). Tipe A ini memang tidak begitu membahayakan karena jarang berkembang menjadi semakin fatal dan sudah ada vaksin yang dapat menyembuhkan hepatitis tipe A.

Find the Missing Millions

Telah dinyatakan sebelumnya oleh World Health Organization bahwa hepatitis membawa kematian lebih banyak dibanding HIV/AIDS, malaria, dan TBC. Tingkat yang tinggi itu dikarenakan gejala yang jarang terlihat, diremehkan, ataupun karena tidak menunjukkan gejala yang jelas dari tubuh. Dengan begitu, dunia kedokteran, kesehatan, maupun organisasi perdamaian dan perserikatan bangsa-bangsa menganjurkan supaya setiap orang rutin memeriksa kesehatannya untuk mencegah suatu penyakit yang mematikan.

Namun, hal itu menjadi kendala bagi masyrakat dari negara berkembang (terumata tingkat kematian tinggi di negara berkembang). Biaya untuk memeriksa kesehatan saja sudah menjadi unsur pertama untuk memeriksa kesehatan, belum lagi dilihat dari kondisi ekonomi sebagian penduduk negara berkembang yang kurang berkecukupan. Selain itu, masyarakat cenderung memilih untuk tidak mengetahui peyakit mereka supaya bisa hidup lebih tenang dan meninggal dalam keadaan diam-diam (tidak ada beban dalam menjalani hidup karena penyakit tertentu). Hal tersebut mencerminkan ketidaksadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan sehingga kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan ini perlu ditingkatkan.

Setiap tahunnya pada tanggal 28 Juli, dunia memperingati Hari Hepatitis Sedunia. Dengan adanya hari yang dikhususkan itu mengingatkan warga dunia untuk sadar bahwa peradangan/infeksi virus pada hati adalah masalah yang serius. Gejala yang terlihat sepele ataupun tidak terlihat membuat orang tidak sadar bahwa ia mengidap penyakit hepatitis. Pola hidup dan lingkungan yang baik juga perlu dijaga untuk menghindari infeksi pada hati lewat makanan/air ataupun dari hubungan seksual secara sembarangan. Hari yang dikhususkan itu juga mendorong masyarakat untuk memeriksa kesehatannya.

Gambar di samping adalah logo dari Kampanye Hari Hepatitis Sedunia 2019, yaitu mencari orang-orang yang mengidap hepatitis untuk dilayani dalam proses penyembuhan ataupun untuk memperbaiki pola hidup dan lingkungan dari tempat asalnya. Kampanye ini tentunya bebas dilakukan oleh siapa saja. Perihal lainnya seperti video, poster, merchandise, dan lainnya dapat diakses di laman www.worldhepatitisalliance.org. Ayo, bantu tingkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memeriksa kesehatan secara rutin dan melakukan proses penyembuhan dari peradangan pada hati!

Oleh : Julia (DD 33)

Sumber:

Kementraian Kesehatan RI. 2014. InfoDATIN: Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

WHO. 2018. What is Hepatitis?. https://www.who.int/features/qa/76/en/ (diakses 20 Juli 2019).

Widodo, Slamet. 2019. KLB Hepatitis A di Pacitan, Jumlah Penderita Hampir Menembus 1000 Orang. https://wartakota.tribunnews.com/2019/07/01/klb-hepatitis-a-di-pacitan-jumlah-penderita-hampir-menembus-1000-orang-ini-kondisi-terakhir?page=4 (diakses 17 Juli 2019).

Worldhepatitisday.org

Quamila, Ajeng. 2017. 10 Fakta Penting Seputar Hepatitis di Indonesia. https://hellosehat.com/hidup-sehat/fakta-unik/10-fakta-penting-hepatitis-di-indonesia/ (diakses 17 Juli 2019).