Apa kabar dunia? sekarang zaman sudah berubah menjadi lebih maju dengan beragam inovasi. Salah satunya inovasi tersebut merambah ke dunia kuliner, dimana semakin banyak bermunculan makanan baru dengan tingkat kandungan yang beragam. Sejalan dengan kemajuan teknologi, kini masyarakat semakin mudah untuk mengakses berbagai makanan tersebut dengan minimnya perhatian dan kontrol terhadap kandungan yang ada didalamnya. Kemudahan dan sikap acuh terhadap kandungan makan tersebutlah yang dapat menimbulkan pola hidup tidak sehat. Pola hidup yang tidak sehat tersebut juga didukung oleh jenis pekerjaan yang kini semakin mudah dikerjakan di suatu ruangan dengan bantuan teknologi. Sehingga aktivitas fisik semakin minim dilakukan oleh masyarakat. Dari pola hidup masyarakat yang buruk itu lah dapat meningkatkan resiko penyakit metabolik seperti obesitas, diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung koroner, gangguan respirasi, maupun kelainan jaringan otot, sendi, dan tulang.
Pada artikel kali ini akan berfokus dengan permasalahan obesitas yang ditinjau dari pola makannya. Obesitas sendiri memiliki pengertian yaitu penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan asupan energi (energy intake) dengan energi yang digunakan (energy expenditure) dalam waktu lama. (WHO,2000). Permasalahan obesitas ini menjadi permasalahan yang kerap dijumpai di masyarakat terutama untuk golongan pemuda. Dimana pemuda masa kini tertarik dengan beragam jenis makanan baru dengan kandungan yang beragam namun tidak diimbangi kontrol jumlah kandungannya serta kurangnya aktivitas fisik. Salah satu cara untuk menangani permasalahan obesitas yaitu diperlukannya program penurunan berat badan dengan cara pengaturan pola makan sebagai salah satu fokus utama pada pembahasan kali ini. Hal ini dikarenakan apabila pola makan yang buruk dan berlebihan, maka akan membuat penambahan berat badan terus berlanjut dan menyebabkan permasalahan obesitas semakin parah.
Pola makan sendiri memiliki pengertian sebagai suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan informasi gambaran meliputi mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009). Mengatur pola makan yang dimaksud adalah dengan memperhatikan kandungan gizi dan juga jumlah asupan yang masuk, sehingga kalori dalam tubuh tidak menumpuk dan menyebabkan tubuh memiliki timbunan lemak yang tidak sehat. Pola makan yang dapat menjadi penyebab obesitas pada seseorang, diantaranya yaitu banyak mengkonsumsi makanan gorengan, berlemak dan manis; makan dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu yang singkat; kurang makan sayur dan buah; makan berlebihan atau dalam porsi yang besar; dan sering makan makan ringan.
Pengaturan pola makan dapat dilakukan dengan cara menerapkan program diet. Diet yaitu perilaku yang berusaha membatasi jumlah asupan makanan dan minuman yang jumlahnya diperhitungkan untuk tujuan tertentu Menurut ahli gizi UGM, Dr. Mirza Hapsari Sakti Titis Penggalih, S.Gz., M.P.H.,RD., menyampaikan bahwa program diet yang baik itu dilakukan dengan cara pengaturan pola makan yang tetap memperhatikan prinsip gizi seimbang. Dimana makanan yang dikonsumsi harus memiliki kontribusi yang lengkap untuk sumber karbohidrat, protein, lemak, sayur, dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Program diet sendiri memiliki banyak jenis dengan ciri khusus yang berfokus pada salah satu poin utama. Poin utama tersebut tersebut diantaranya bisa berupa pengurangan nafsu makan, membatasi jumlah kalori dan lemak, maupun mengatur kebiasaan makan. Salah satu jenis diet yang akan dibahas pada artikel ini yaitu Intermittent fasting yang berfokus pada pengaturan kebiasaan makan.
Intermittent fasting (IF) atau sering dikenal dengan istilah diet puasa merupakan program diet yang dilakukan dengan mengatur pola makan, dengan membagi adanya waktu puasa dan waktu non puasa. Pola ini dilakukan dengan cara tidak mengkonsumsi makanan sama sekali pada periode waktu tertentu dengan jadwal yang teratur. Intermittent fasting berfokus pada jam makan, kapan harus makan dan kapan harus berhenti makan, bukan berfokus pada makanan apa yang harus dikurangi atau dikonsumsi. Intermittent fasting (IF) ini merupakan contoh program restriksi kalori yang banyak digunakan dikarenakan biaya yang murah. Restriksi kalori ini dilakukan dengan cara mengurangi jumlah kalori dan tetap menjaga nilai nutrisinya yang mampu meningkatkan kesehatan secara fisik. Selain itu, intermittent fasting memiliki beberapa manfaat lain di antaranya dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh, menurunkan kolesterol, menurunkan faktor risiko penyakit kardiovaskular dan menurunkan tekanan darah. Intermittent fasting (IF) juga dipercaya dapat memberikan dampak baik pada penderita dislipidemia, diabetes mellitus tipe 2, maupun penyakit jantung.
Intermittent fasting memiliki tiga metode diet, yaitu :
- Modified fasting regimen
Metode ini dilakukan dengan membagi hari dalam seminggu menjadi hari puasa dan hari non puasa. Pada hari puasa asupan kalori dibatasi hanya sebesar 25%, sedangkan pada hari non puasa dapat mengkonsumsi makanan secara normal. Misalnya, dalam seminggu dipilih 2 hari sebagai hari puasa dan 5 hari sebagai hari non puasa.
- Time-restricted feeding
Untuk metode ini dilakukan dengan cara membatasi jam makan pada satu hari menjadi dua satuan waktu, yaitu jam untuk puasa dan non puasa. Misalnya dalam satu hari dipilih 8 jam sebagai jam makan dan 16 jam sebagai waktu puasa. Contoh:diperbolehkan makan dari 10 pagi sampai 6 sore, lalu dilanjutkan berpuasa hingga 16 jam ke depan.
- Alternate day fasting
Metode ini dilakukan sekali atau dua kali seminggu dengan berpuasa selama 24 jam penuh. Dimana saat hari berpuasa dalam waktu 24 jam dilarang mengkonsumsi makanan dan asupan tubuh diganti dengan meminum jus. Dalam metode ini dilakukan pembagian waktu dengan satu hari puasa dan satu hari berikutnya non puasa.
Setelah mengetahui tata cara diet intermittent fasting, selanjutnya akan dibahas cara kerja program diet intermittent fasting terhadap tubuh. Apabila intermittent fasting dilakukan secara teratur akan dapat mempengaruhi kesehatan manusia yaitu dilihat dari adanya perubahan pola perilaku, irama sirkadian, dan mikrobiota usus.
Penerapan intermittent fasting dengan membatasi asupan kalori membawa pola perilaku menjadi lebih baik. Hal ini terbukti dari asupan kalori yang masuk menjadi cukup dan tidak berlebih, sehingga berat badan dan metabolisme tubuh akan tetap terjaga teratur. Adanya perubahan pola asupan kalori yang juga disesuaikan dengan irama sirkadian tubuh menjadi salah satu keuntungan dari pola diet intermittent fasting. Dimana pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa mengeluh rasa lapar maupun keinginan berlebih untuk mengonsumsi makanan. Selain itu, pola diet ini dapat menjaga berat badan dan pola makan dalam jangka panjang, tanpa adanya efek samping yang bermakna.
Irama sirkadian merupakan bagian dari jam internal tubuh yang berjalan di latar belakang untuk menjalankan fungsi dan proses penting dalam tubuh manusia, terutama dalam pengaturan jam tidur siang dan malam. Penelitian juga mengungkapkan bahwa ritme sirkadian mengkoordinasikan peran penting dalam berbagai aspek kesehatan fisik dan mental. Seperti sistem pencernaan menghasilkan protein agar sesuai dengan waktu makan yang khas, dan sistem endokrin mengatur hormon agar sesuai dengan pengeluaran energi normal. Sistem tubuh seseorang akan mengikuti ritme sirkadian yang disinkronkan dengan jam utama di otak. Jam utama ini secara langsung dipengaruhi oleh lingkungan salah satunya berupa kebiasaan sehari-hari. Penelitian terus dilanjutkan terkait detail ritme sirkadian dan diperoleh hasil yang menghubungkannya ritme sirkadian dengan metabolisme dan berat badan melalui regulasi gula darah dan kolesterol. Sehingga kebiasaan sehari hari juga turut serta berpengaruh terhadap irama sirkadian yang akan mempengaruhi metabolisme tubuh dalam mengontrol berat badan.
Selain itu diduga adanya hubungan fungsional antara irama sirkadian dengan mikrobiota usus. Penerapan pola diet intermittent fasting ternyata juga mempengaruhi mikrobiota usus di traktus gastrointestinal, yang dibuktikan melalui penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Patterson et al. Dimana keragaman dari mikrobiota usus dipengaruhi oleh irama sirkadian dan sinyal makan di dalam tubuh. Dengan adanya perubahan mikrobiota usus pada pasien obesitas dapat menurunkan fungsi mikrobiota itu untuk menyerap energi dibandingkan dengan mikrobiota usus individu normal. Sehingga adanya perubahan aktivitas mikrobiota ini berdampak positif terhadap regulasi dan stabilitas berat badan.
Efek samping dari pola diet intermittent fasting ini yang tersering dilaporkan adalah rasa lemas, sedikit pusing, dan konstipasi. Hal-hal tersebut merupakan efek ringan yang terjadi akibat adanya perubahan pola makan dari biasanya. intermittent fasting ini tidak bisa dilakukan oleh semua orang, karena adanya keterbatasan dari jam makan yang diberikan. Pasien-pasien yang memiliki kebutuhan untuk mengonsumsi makanan secara teratur, seperti pasien diabetes tipe I, pasien hamil dan menyusui, populasi lanjut usia yang terkait dengan pengobatan rutin yang membutuhkan konsumsi makanan sebelum konsumsi obat tidak dapat menjadikan intermittent fasting sebagai pola diet.
Setelah mengetahui cara kerja intermittent fasting pada tubuh selanjutnya akan dibahas terkait pengaruh intermittent fasting terhadap tubuh. Dimana glukosa umumnya menjadi sumber energi utama dalam tubuh, namun pada kondisi puasa, sel lemak lah yang dijadikan sebagai energi cadangan Hal ini disebut sebagai proses glukoneogenesis dimana salah satunya mengubah cadangan energi dari asam lemak bebas menjadi keton dan sumber energi tubuh. Adanya pola perubahan sumber energi yang digunakan itulah memberikan dampak baik dengan adanya penurunan berat badan dan massa lemak sekitar 8%.
Berdasarkan studi kohort yang dilakukan oleh Malinowski, diperoleh hasil bahwa penurunan berat badan pada pola diet intermittent fasting sekitar 2.5– 9.9% dan terbukti dalam menurunkan massa lemak dan ukuran pinggang. Hasil ini didapati pada responden penelitian yang menjalani program diet selama 12 minggu. Berdasarkan telaah sistemik yang dilakukan oleh Ganesan et al, dengan menerapkan intermittent fasting selama 12 minggu diperoleh hasil penurunan berat badan 3 – 4 kg yang akan stabil menurun selama 6 bulan dan akan menetap setelahnya. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhutani pada tahun 2018, pola diet intermittent fasting akan memberikan hasil yang lebih baik apabila dikombinasikan dengan olahraga 3 kali dalam seminggu. Beberapa systematic review untuk kasus obesitas menunjukkan bahwa pola diet intermittent fasting dapat digunakan untuk menurunkan berat badan jangka pendek dan dapat mempertahankan berat badan jangka panjang.
Untuk mengetahui seberapa efektifitas pola diet Intermittent fasting maka dilakukan perbandingan hasil dari penerapan program diet Intermittent fasting (IF) dengan program diet continuous energy restriction (CER). CER ini merupakan salah satu program diet yang juga umum digunakan di masyarakat, dengan pola asupan kalori harian dibatasi setiap harinya menjadi 15%-60% dari total kalori awal. Hasil menunjukan bahwa penurunan berat badan yang diikuti selama 24 bulan dengan 2 tipe pola diet berbeda, yaitu IF dengan CER memberikan hasil yang hampir sama secara signifikan terhadap perubahan berat badan dan stabilitas berat badan yang dialami oleh para responden. Penurunan berat badan pada kedua tipe diet memiliki hasil yang serupa, dimana juga kedua pola diet memiliki efek baik terhadap kesehatan sistem kardiovaskular dan memiliki efek jangka panjang.
Dari beberapa sumber penelitian dengan membandingkan program diet IF dan CER menunjukkan keberpihakan yang berbeda. Contohnya pada penelitian yang dilakukan oleh Ganesan et al dan Sundfor et al menganggap pola diet CER lebih sulit dijalani dikarenakan setiap harinya seseorang cenderung merasa lemas dan harus menghitung kebutuhan kalori per setiap makanan yang akan dikonsumsi. Serta dianggap membuat rasa lapar semakin tinggi dan cenderung untuk mengkonsumsi makanan tambahan atau camilan. Hasil yang beredar ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan secara kohort oleh Sundfor et al, menyatakan bahwa rasa lapar lebih dirasakan pada responden yang menjalani pola diet IF.
Dari ulasan di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa Intermittent fasting terbukti dalam menurunkan berat badan dan memiliki dampak baik terhadap metabolisme tubuh. Hal ini terkait dengan pola diet intermittent fasting yang dapat disesuaikan dengan irama sirkadian, microbiota gastrointestinal, dan asupan kalori sehingga dapat menjaga berat badan dalam jangka panjang. Yang hasilnya dapat dilihat dari penurunan berat badan, pengurangan massa lemak dan ukuran pinggang. Namun, pemilihan pola diet intermittent fasting ini dapat disesuaikan dengan kondisi klinis pasien, seperti riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya. Hingga saat ini, belum adanya penelitian yang mampu membuktikan pola diet yang lebih unggul antara pola diet yang satu dan lainnya.
Daftar Pustaka
https://pkgm.fk.ugm.ac.id/2022/04/07/mengenal-metode-intermittent-fasting/
https://ugm.ac.id/id/berita/23031-lima-kunci-diet-sehat-dari-ahli-gizi-ugm/
http://repository.unimus.ac.id/1220/3/baba2.pdf
https://p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/obesitas/apa-itu-obesitas
https://www.alomedika.com/efek-metabolik-pada-pola-diet-intermittent-fasting