Tanggungan akademik seperti tugas tanpa akhir, serangkaian praktikum, ujian berturut-turut, serta aktivitas mencari pengalaman dan mengembangkan skill di luar perkuliahan telah menjadi bagian dari hidup mahasiswa. Segalanya telah menjadi rutinitas demi memenuhi goals diri sendiri yang dibumbui oleh adanya faktor sosial seperti ekspektasi dari keluarga, persaingan dengan teman, dan kondisi finansial yang tak stabil. Tak jarang, mahasiswa rela mengorbankan waktu istirahat dan tidur demi mengejar target akademik dan kegiatan lainnya. Jika kondisi tersebut berlangsung terus-menerus tanpa adanya jeda untuk beristirahat, kelelahan fisik dan mental pun tak terhindarkan. Dalam jangka panjang, kelelahan ini dapat berdampak pada menurunnya produktivitas seseorang.
Ketika seseorang mulai sulit berkonsentrasi, kehilangan motivasi, atau merasa kewalahan oleh rutinitas yang tiada henti, boleh jadi itu adalah tanda-tanda burnout. Burnout bukan sekadar kelelahan, melainkan respons tubuh terhadap stres berkepanjangan yang terus menumpuk tanpa adanya mekanisme pemulihan yang cukup. Selye (1975) mengidentifikasi 3 tahap dalam burnout, yaitu alarm, resistensi, dan kelelahan. Pada tahap awal, tubuh meningkatkan produksi hormon stres agar tetap produktif, tetapi seiring berjalannya waktu, energi terkuras dalam fase resistensi. Jika stres terus berlanjut tanpa adanya pemulihan, tubuh akan memasuki tahap kelelahan total yang dapat memicu berbagai gangguan fisik dan mental.
Dalam mencegah kondisi tersebut, diperlukan strategi pemulihan agar keseimbangan fisik dan mental tetap terjaga. Mungkin timbul pertanyaan, adakah strategi pemulihan yang ramah kantong mahasiswa? Jawabannya ada, salah satunya dengan cara ‘bengong’ atau merenung di bawah tajuk pohon sebagai bentuk restorasi kognitif. Kegiatan tersebut memungkinkan otak untuk beristirahat dari tekanan akademik dan sosial, sehingga dapat membantu seseorang merasa lebih segar dan fokus kembali. Meskipun terdengar sepele, terdapat penjelasan yang dirangkum dalam penjelasan di bawah.
Konsep Attention Restoration Theory (ART) yang dikembangkan oleh Kaplan menjelaskan bahwa lingkungan dapat membantu memulihkan fokus yang terkuras dengan memberikan suasana yang menenangkan serta kesempatan bagi seseorang untuk merenung (Ohly et al., 2016). Dalam teori tersebut, perhatian manusia dibagi menjadi 2 jenis, yaitu perhatian terarah (directed attention) yang memerlukan usaha kognitif dan perhatian tanpa usaha (effortless attention) yang terjadi secara alami. Perhatian terarah digunakan dalam aktivitas yang membutuhkan konsentrasi tinggi, seperti bekerja atau belajar, dan jika digunakan secara berlebihan dapat menyebabkan kelelahan. Sebaliknya, perhatian tanpa usaha terjadi ketika seseorang berada dalam lingkungan yang menenangkan, seperti di ruang terbuka hijau, yang memungkinkan otak untuk beristirahat dan pulih.
Dikutip dari Hafidz & Nugrahaini (2019), lingkungan alam mampu memberikan kenyamanan, sugesti positif, serta stimulasi alami terhadap panca indra. Stimulasi dari lingkungan alam berkontribusi dalam menurunkan tingkat stres sehingga mempertahankan fungsi sistem kekebalan tubuh. Selain itu, Baroqah et al. (2021) menyatakan bahwa seseorang yang menghabiskan waktu di bawah tajuk pohon mengalami penurunan tekanan darah dan denyut jantung serta peningkatan kadar oksigen dalam tubuh, yang menandakan relaksasi. Efek tersebut terjadi karena interaksi manusia dengan alam dapat mengurangi aktivasi sistem saraf simpatik yang bertanggung jawab atas respons “fight or flight” dalam menghadapi situasi penuh energi.
Dalam usaha mendapatkan manfaat optimal, terdapat langkah yang dapat dilakukan dalam mengintegrasikan kebiasaan ‘bengong’ di bawah tajuk pohon pada rutinitas sehari-hari. Pertama, seseorang dapat memanfaatkan waktu luangnya untuk berada di lingkungan hijau, seperti taman kota, hutan kampus, atau halaman rumah yang rindang. Di Universitas Gadjah Mada (UGM), terdapat beberapa lokasi yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas ini, seperti Wisdom Park UGM, Hutan Fakultas Biologi UGM, dan Arboretum Pardiyan Fakultas Kehutanan UGM. Kedua, selama sesi disarankan untuk membatasi penggunaan ponsel atau alat elektronik agar otak benar-benar beristirahat dari overstimulasi digital yang dapat menghambat efek restoratif. Ketiga, dapat mencoba teknik ‘soft fascination’ dengan memperhatikan komponen alam seperti suara angin, gerakan dedaunan, atau pola cahaya matahari yang menembus pepohonan tanpa memaksakan diri untuk fokus secara aktif. Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut, seseorang dapat secara konsisten mendapatkan manfaat dari interaksi dengan alam.
Burnout dapat mengganggu kesehatan fisik dan mental seseorang jika tidak ditangani dengan baik, tetapi kondisi tersebut dapat dicegah dengan strategi berbasis alam. Aktivitas sederhana seperti merenung di bawah tajuk pohon telah terbukti dalam menurunkan stres, meningkatkan kapasitas kognitif, serta mendukung regulasi emosi. Dengan meluangkan waktu untuk beristirahat di alam, seseorang dapat merasakan ketenangan yang membantu mengembalikan energi dan motivasi dalam menjalani aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, mengalokasikan waktu untuk menikmati ketenangan di lingkungan hijau dapat menjadi langkah sederhana dalam menjaga keseimbangan hidup dan mencegah burnout.
DAFTAR PUSTAKA
Baroqah, B., Sudjata, R. G. G., & Irawan, D. J. (2021, N(ovember). The benefits of stress relieving treatment in a Healing Forest Program: A pilot project at Ranca Upas, Ciwidey, West Java. In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science (Vol. 918, No. 1, 012009). IOP Publishing.
Hafidz, I. Y. N., & Nugrahaini, F. T. (2020). Konsep healing environment untuk mendukung proses penyembuhan pasien rumah sakit. Sinektika: Jurnal Arsitektur, 16(2), 94-100.
Ohly, H., White, M. P., Wheeler, B. W., Bethel, A., Ukoumunne, O. C., Nikolaou, V., & Garside, R. (2016). Attention Restoration Theory: A systematic review of the attention restoration potential of exposure to natural environments. Journal of Toxicology and Environmental Health, Part B, 19(7), 305-343.
Selye, H. (1975). Implications of stress concept. New York State Journal of Medicine, 75(12), 2139-2145.
0 Comments